(Penkostrad. Rabu, 25 September 2019).  Tinggal di pedalaman dengan akses jalan dan akses komunikasi yang sulit, kebersamaan dan kekompakan menjadi yang paling utama bagi warga Kecamatan Pujungan,  salah satu cara untuk memupuk kebersamaan yaitu dengan melaksanakan acara adat Menuba bersama dengan masyarakat Dayak. Selasa (24/09/2019).

Kapten Inf Dofi Saputra selaku Komandan SSK II Satgas Pamtas RI-Malaysia Yonif Raider 303 Kostrad beserta 9 orang anggota mengikuti kegiatan Menuba ini,  tidak hanya dari anggota Satgas yang hadir melainkan Camat Kecamatan Pujungan, Kepala Adat besar Kecamatan Pujungan, Kepala adat Desa Se-Kecamatan Pujungan, seluruh tokoh masyarakat serta seluruh masyarakat Long Pujungan yang lebih kurang berjumlah 600 orang mengikuti pelaksanaan Menuba kali ini yang dilaksanakan di Sungai  Pujungan yang berlokasi di desa Long Pujungan kecamatan Pujungan Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Kegiatan ini tidak setiap saat terjadi, hanya dapat disaksikan setelah masa panen saja. Ada yang membawa tombak, jaring ikan atau tangguk untuk menangkap ikan yang dikenal dengan istilah Nuba  bagi warga suku dDayak ini.

Acara Menuba atau menangkap ikan secara beramai-ramai ini, merupakan tradisi para leluhur suku Dayak. Hal ini, diperkuat dengan penjelasan dari kepala adat besar kecamatan pujungan, saul jalung (60) jika Nuba merupakan kata kerja yang berasal dari kata benda tuba.

“Nuba adalah acara tradisional di kalangan masyarakat Dayak dan dilakukan setiap akhir panen untuk mencari lauk pauk dalam persiapan pesta panen,” jelasnya sambil terus mengawasi pergerakan ikan di sekitarnya.

Ada yang unik dalam acara menangkap ikan. Warga setempat menggunakan ramuan dari akar tumbuhan yang bernama tuba, ramuan tradisional sehingga dapat mengakibatkan ikan lemas beberapa saat pasca ditabur di air sungai. Ramuan ini tidak mengakibatkan pencemaran dan pengerusakan di aliran sungai tersebut, karena tidak mengandung zat berbahaya sebagaimana yang kerap dilakukan di laut dengan menggunakan bahan kimia.

Acara nuba kali ini, dilaksanakan dalam waktu satu hari satu malam pada saat air sungai kecil pasca panen. Sebab, tinggi air sungai saat menuba hanya setinggi pinggang orang dewasa. “Kalau air mulai besar, nuba selesai sudah,” ujar Saul jalung.

Sebelum nuba dimulai, seluruh anggota Satgas Pamtas Yonif Raider 303/SSM kostrad beserta para pemuda dan pemudi serta seluruh peserta lainnya wajib mengikuti tumbuk tuba yang dilakukan di sungai. Peserta juga diharuskan tidur dan bermalam di lokasi sungai, sehingga suasana malam tumbuk tuba ini situasinya seperti berada di pasar malam, karena begitu ramainya warga yang turut serta.

Pada kesempatan kali ini Saul Jalung selaku kepala adat besar kecamatan Pujungan merasa bersyukur, walau dirasakannya tradisi leluhur ini semakin tergerus waktu dan perkembangan zaman, tetapi masyarakat tetap antusias dan bersemangat saat nuba digelar. “Ini hampir seluruh warga di Kecamatan Pujungan turun semua.” tuturnya dengan raut wajah berseri.

“Tak ada jarak dan batas. Warga di satu kecamatn ini menikmati santapan yang disajikan. Sebab, jika zaman dan waktu terus menggerus tradisi peninggalan leluhur ini, maka warga akan menunggu lima tahun mendatang baru dapat menikmati sajian khas ini.” Pungkas Saul Jalung.