(Penkostrad. Sabtu, 14 Oktober 2017). Dewan Gubernur BI Bapak Sugeng dalam kunjungan kerjanya untuk melihat secara langsung aktifitasnya masyarakat setempat dan infrastruktur di Perbatasan RI-PNG, setelah melakukan foto foto bersama di batas maupun di PNG selanjutnya kembali ke kantor PLBN untuk mengadakan rapat dengan instansi terkait.

Kepala BI cabang Jayapura Bapak Joko Supratikto membuka rapat terbatas dengan beberapa instansi terkait termasuk Danrem 172/PWY Kolonel Boni C Pardede,

Dansatgas Letkol Inf Ahmad Daud, Kepala BNPP Ibu Susi Wanggai, Kepala PLBN Bapak Yan Numberi, Bea Cukai, Imigrasi dan pengusaha pengusaha diwilayah perbatasan ini.

Bank Indonesia sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam Sistem Pembayaran-Pengelolaan Uang Rupiah memiliki peran yang sangat besar dalam memfasilitasi penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan memastikan Rupiah ada di seluruh wilayah NKRI.

Diantaranya melalui BI Jangkau, BI Jangkau adalah perluasan jalur distribusi uang dan layanan kas BI melalui optimalisasi jaringan Perbankan, Pegadaian, dan/atau pihak lain.

Tujuan utama adalah untuk mempercepat distribusi Uang Layak Edar (ULE) ke masyarakat dan mempercepat penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE).  Sasaran utama dari kegiatan BI Jangkau adalah di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Terpencil).

Sejak Agustus 2017, Pilot project BI Jangkau telah  dilakukan di 8 (delapan) Provinsi yaitu Kepulauan Riau, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Papua. Salah satu bagian dari BI Jangkau adalah pembukaan layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Kegiatan Penukaran Valuta Asing di 5 (lima) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang telah diresmikan oleh Presiden RI. Yaitu Mota’ain (NTT), Entikong, Badau, Aruk (Kalbar) dan Skouw (Papua). Selanjutnya layanan yang disediakan oleh Bank BUMN ini juga akan disediakan di PLBN Motamasin dan Wini.

Bank Indonesia memandang pentingnya transaksi menggunakan Rupiah dengan melihat beberapa dimensi. Pertama, Dimensi Hukum, UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011 telah mengatur kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI, kemudian juga diatur dalam PBI No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI dalam setiap transaksi pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI, baik yang bersifat tunai maupun non tunai.

Kedua adalah Dimensi Kebangsaan agar Rupiah dapat menjadi “Tuan Rumah” di negeri sendiri. Ketiga, Dimensi Ekonomi/Bisnis.

Dengan kehadiran Deputi Gubernur BI, Sugeng, di PLBN Skouw menyampaikan “BI ingin memastikan penggunaan Rupiah untuk bertransaksi di wilayah perbatasan atau di titik terdepan negeri, sehingga Rupiah selalu menjadi tuan rumah di negeri sendiri,”terangnya.

Dansatgas menyampaikan”Kami sangat mendukung sekali dengan adanya program ini karena sangat mempengaruhi rasa Nasionalisme kita sebagai Warga Negara Republik Indonesia dan ini bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita sebagai bagian dari NKRI,” ujarnya.